
Pemerintah berencana mengubah skema subsidi Kereta Rel Listrik (KRL) Jabodetabek dengan berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) mulai 2025. Kebijakan ini akan berdampak pada jutaan warga Indonesia yang mengandalkan KRL sebagai moda transportasi utama.
Pemerintah menjelaskan skema baru tersebut diharapkan bisa membuat subsidi PSO tepat sasaran. Anggaran belanja Subsidi PSO pada 2025 dialokasikan kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebesar Rp4,79 triliun.
Anggaran sebesar itu digunakan untuk mendukung perbaikan kualitas dan inovasi pelayanan kelas ekonomi bagi angkutan kereta api antara lain KA ekonomi jarak jauh, KA ekonomi jarak sedang, KA ekonomi jarak dekat, KA ekonomi Lebaran, KRD ekonomi, KRL Jabodetabek, KRL Yogyakarta, dan Light Rail Transit (LRT) Jabodebek.
“Guna memastikan agar skema tarif ini betul-betul tepat sasaran, saat ini kami masih terus melakukan pembahasan dengan pihak-pihak terkait. Nantinya skema ini akan diberlakukan secara bertahap, dan akan dilakukan sosialisasi kepada masyarakat sebelum ditetapkan,” ungkap Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub Risal Wasal saat dikonfrmasi CNBC Indonesia, Kamis (29/8/2024).
KRL Jadi Andalan
Transportasi umum di Jakarta telah menjadi tulang punggung mobilitas perkotaan, dengan layanan seperti KRL, Transjakarta, dan MRT menjadi pilihan utama bagi jutaan penduduk.
Seiring dengan perkembangan infrastruktur kota dan kebutuhan masyarakat yang terus meningkat, evaluasi terhadap kinerja transportasi umum menjadi sangat penting. Dalam beberapa tahun terakhir, Jakarta telah berupaya memperluas jangkauan dan meningkatkan kualitas layanan transportasi umum.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penumpang kereta api di wilayah Jabodetabek mencapai 290,81 juta. Jumlah tersebut melesat 36,5% dibandingkan 2022. Namun, angkanya masih 13,4% lebih rendah dibandingkan pra-pandemi atau 2019.
Jumlah penumpang kereta api di Jabodetabek mencapai 156,82 juta pada Januari-Juni 2024.
https://datawrapper.dwcdn.net/fkcuH/1/
Kenaikan jumlah penumpang KRL sayangnya tidak diimbangi dengan penambahan gerbong. Penambahan unit gerbong KRL terakhir adalah pada 2020, dari yang tadinya sejumlah 1.132 gerbong pada 2020 mengalami kenaikan menjadi 1.252 gerbong namun mengalami penurunan pada 2022 menjadi 1.042 gerbong.
Penting untuk dicatat bahwa upaya penambahan unit menjadi kunci dalam menghadapi lonjakan penumpang yang terus meningkat, terutama pada jam-jam sibuk. Pengurangan atau stagnasi dalam jumlah unit KRL dapat mempengaruhi kapasitas angkut secara signifikan, yang pada akhirnya berdampak pada kenyamanan dan keandalan layanan.
Moda Lain Seperti Apa?
Selain KRL, masyarakat komuter Jabodetabek juga mengandalkan TransJakarta, mass rapid transit (MRT), dan light rail transit (LRT).
Jumlah penumpang TransJakarta menembus rekor pada 2023 dengan total 280 juta. Angka ini sudah melewati pencapaian pra-pandemi Covid-19. Seperti diketahui, pandemi membuat mobilitas masyarakat dibatasi termasuk di transportasi umum. Pembatasan terutama dilakukan pada kapasitas angkut.
Penumpang MRT juga mencapai rekor pada 2023 dengan menembus 33 juta. Lonjakan penumpang MRT, TransJakarta dan KRL ini membuktikan jika moda transportasi umum masih menjadi tumpuan jutaan masyarakat. Kebijakan apapun yang terkait dengan transportasi umum, terutama harga, akan berdampak besar terhadap mereka.